Senin, 23 November 2015

PENGERTIAN TAFSIR DAN ILMU TAFSIR

A. Pengertian Tafsir Dan Ilmu Tafsir

1. Pengertian Tafsir


Istilah tafsir merujuk kepada Al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 33 ( Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar, dan penjelasan yang terbaik ). 
Secara etimologi, tafsir berarti menjelaskan (الايضاح), menerangkan (التبيين), menampakan (الاظهار), menyibak (الكشف) dan merinci (التفصيل). Tafsir berasal dari isim masdar dari wajan (تفعيل). Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaituيفسّر تفسيرا فسّر yang artinya menjelaskan. Pengertian inilah yang dimaksud di dalam lisan al arab dengan كشف المغطلى ( membuka sesuatu yang tertutup ). Pengertian tafsir secara bahasa ditulis oleh Ibnu Mahdzur ialah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafaz. Pengertian ini pulalah yang diistilahkan oleh para ulama tafsir dengan ايضاح و التبيين ( menjelaskan dan menerangkan ). Di dalam kamus bahasa indonesia kata “ tafsir” diartikan dengan keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an. 
Sedangkan tafsir secara istilah terdapat beberapa pendapat para ulama tafsir, antara lain :

1. Pendapat Abd al-Azhim al-Zarqani dalam Manahil al-'Irfan fi 'Ulum al-Qur`an mengatakan:

علم يبحث عن القران الكريم من حيث دلالته على مراد الله تعالى بقدر الطاقة البشرية

"ilmu yang membahas tentang al-Qur`an dari segi dilalah-nya berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia"

2. Menurut Khalid bin Utsman al-Tsabt dalam Qowa'id al-Tafsir, tafsir adalah:

علم يبحث فيه عن أحوال القران العزيز من حيث دلالته على مراد الله تعالى بقدر الطاقة البشرية

"Ilmu yang membahas tentang keadaan al-Qur`an dari segi dilalah-nya berdasarkan maksud yang dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia"

Ada beberapa titik perhatian rumusan tafsir dari definisi yang diberikan al-Zarqani dan Khalid bin Utsman al-Tsabt, yaitu:

1. Membahas tentang al-Qur`an
Ilmu ini hanya membahas ilmu al-Qur`an. Maka tidak termasuk ke dalam kategori ini ilmu-ilmu lain.
2. Membahas maksud ayat
Berdasarkan definisi di atas, maka hal-hal di luar pembahasan yang berhubungan dengan maksud ayat tidak dikategorikan kepada tafsir seperti ilmu rasm, ilmu qira'at.
3. Sesuai dengan kemampuan manusia
Penafsiran yang dilakukan terhadap al-Qur’an adalah sebatas kemampuan manusia. Dengan kata lain, hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia bukanlah termasuk lapangan kajian tafsir. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengetahui tafsir al-Qur`an karena dapat menyeret mufasir kepada penafsiran-penafsiran yang menyimpang dan melewati batas.

4. Dalam al-Mu'jam al-Wasîth disebutkan bahwa tafsir al-Qur`an adalah:

توضيح معاني القران, وما انطوت عليه اياته من عقائد و أسرار و حكم و أحكام

"Penjelasan makna al-Qur`an dan menghasilkan kaidah-kaidah, rahasia-rahasia, hikmah-hikmah dan hukum-hukum dari ayatnya." 

Fokus tafsir dari definisi di atas adalah dengan menjelaskan makna al-Qur`an akan diperoleh darinya kaidah-kaidah, rahasia-rahasia, hikmah-hikmah dan hukum-hukum. Artinya, sasaran akhir tafsir adalah mengeluarkan kaidah-kaidah, rahasia-rahasia, hikmah-hikmah dan hukum-hukum.
5. Sementara al-Zarkasiy merumuskan tafsir dengan:

علم يعرف به كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم و بيان معانيه و استخراج احكامه و حكمه

"Ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi, menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum atau hikmah darinya"

6. Rumusan tafsir menurut al-Kilbi dalam al-Tashil:

شرح القران و بيان معناه و الأفصاح بما يقتضيه بنصّه إو إشارته أو نجواه

"Menguraikan al-Qur`an dan menguraikan maknanya, memperjelas makna tersebut sesuai dengan tuntutan nash atau adanya isyarat yang mengarah ke arah penjelasan tersebut atau dengan mengetahui rahasia terdalamnya."

Titik perhatian kedua definisi di atas adalah persoalan:
1. Pemahaman terhadap al-Qur`ân.
2. Menjelaskan makna ayat.
3. Mengeluarkan hukum-hukum.
4. Menggali hikmah-hikmah Titik fokus definisi ini adalah ilmu.

Hanya saja al-Zarkasiy menyebutnya dengan ilmu, sedangkan al-Kilbi tidak menyebutnya sebagai ilmu. Kedua definisi ini lebih mengacu dan lebih mengarah kepada urgensi tafsir karena tujuan utama tafsir adalah usaha yang dilakukan dalam memahami al-Qur`an, mengeluarkan hukum-hukum serta mengambil pelajaran-pelajaran yang terdapat di dalam al-Qur`an.
Menurut Ruysdi AM, ketika mengomentari berbagai definisi tafsir, sepertinya ada kesepakatan tentang tafsir dikontekskan sebagai "ilmu" yang instrumental dalam membahas al-Qur`an. Sedangkan selebihnya dihubungkan dengan "orientasi" detail dan general kajiannya. Tafsir belum lagi dipisahkan antara sebagai "konsep ilmu" dan sebagai "konsep metodik", sehingga ketika ia dibahas cenderung menimbulkan kerancuan yang kemudian akan berimplikasi pula terhadap wacananya. Contoh kongkrit tentang kerancuan ini adalah di satu sisi rumusan tafsir membicarakan tentang proses penurunan dan klasifikasi teks al-Qur`an, dan di sisi lain rumusan ini membicarakan kegiatan kajian teks al-Qur`an yang menghasilkan produk hukum dan lainnya. Sudah semestinya perlu ada pemisahan aspek yang termasuk ke dalam rumusan definisi di mana ia berposisi sebagai ilmu dan di mana pula ia sebagai metode.

Jalan tengah untuk merumuskan kembali definisi klasik tafsir ini agaknya perlu dua rumusan yang berbeda paradigmanya. Pertama, tafsir sebagai ilmu dengan definisi yang merumuskan aspek-aspek terkait seperti asbab al-nuzul, makkiyah dan madaniyyah, muhkam dan mutasyabih, nasikh dan mansukh, 'am dan khash, mutlaq dan muqayyad, mantuq dan mafhum, amtsal, kisah dan lain sebagainya yang berhubungan dengan persoalan instrumental. Kedua, tafsir sebagai metode dengan definisi yang merumuskan aspek-aspek terkait seperti petunjuk-petunjuk, hukum-hukum, perintah dan larangan, halal dan haram, janji dan ancaman, makna-makna dan lain sebagainya yang berhubungan dengan produktifitas.
Dengan demikian, tafsir mempunyai dua "wajah"; ada ilmu yang membahas sesuatu yang berkenaan dengan Al-Qur`an (aspek ekstrinsik) dan ada pula cara mengkaji sesuatu yang terkandung dalam al-Qur`an (aspek intrinsik). Pemaknaan tafsir ke dalam dua pilahan ini tetap dibenarkan dan sah karena tidak menyimpang dari makna dasar dan makna pengembangannya.
Contoh dari kedua “wajah” di atas !!
يأيها الذين آمنواْ إذا قمتم الى الصلوة فغسلواْ وجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحواْ برؤسكم وارجلكم الى كعبين ......

Artinya : hai orang orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu serta ( basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, ...

Asbab al nuzul : dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika diperjalanan, kalung Siti A’isyah terjatuh dan hilang di suatu lapangan dekat kota Madinah. Kemudian Rasul Saw. Menghentikan untanya guna untuk mencari kalung tersebut. Namun kemudian beliau beristirahat hingga tertidur di pangkuan Siti A’isyah. Tidak lama kemudian datanglah Abu Bakar, menghampiri A’isyah, dan menparnya seraya abu bakar berkata “ kamulah yang menahan orang banyak hanya karena sebuah kalung” kemudian Nabi Muhammad terbangun dari tidurnya, dan waktu subuhpun tiba. Kemudian beliau mencari air, tetapi tidak mendapatkannya, lalu turunlah ayat di atas. Diriwayatkan Bukhori Dari Amr Bin Harst Dari Abd. Rahman Bin Al Qasim dari Bapaknya Yang Bersumber Dari A’isyah.

Istinbath hukum : bersuci dari hadas besar maupun hadats kecil merupakan syarat sahnya shalat. Tayammum adalah pengganti wudhu dalam upaya menghilangkan hadats kecil, itu merupakan kesepakatan ulama.
Yang di sebut “aspek ekstrinsik” dari ayat ini iyalah ilmu yang berkenaan dengan Al-Qur’an seperti asbab al nuzul dan aspek intrinsik ialah istinbath hukumnya.
Rif'at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan meramu beberapa definisi di atas menjadi:
"Usaha yang bertujuan menjelaskan al-Qur`an atau ayat-ayatnya atau lafaz-lafaznya agar yang tidak jelas menjadi jelas, yang samar-samar menjadi terang, yang sulit dipahami menjadi mudah dipahami, sehingga al-Qur`an sebagai pedoman hidup manusia benar-benar dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan demi tercapinya kehidupan dunia dan akhirat."
Dari pengertian tafsir ini dapat ditarik beberapa unsur pokok yang harus diperhatikan dalam memahami pengertian tafsir dan hal ini juga bisa dijadikan pedoman bagi seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur`an sehingga usaha yang dilakukan dalam rangka menafsirkan al-Qur`an menemukan sasaran yang dituju. Unsur-unsur pokok itu adalah:
  • Tujuannya untuk memperjelas apa yang sulit dipahami dari ayat-ayat al-Qur’an, sehingga apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. dalam firman-Nya itu dapat dipahami dan dihayati.
  • Sasarannya agar al-Qur`an sebagai pedoman hidup dan hidayah dari Allah benar-benar berfungsi sebagaimana tu
  • Hakekatnya adalah menjelaskan maksud ayat al-Qur`an yang sebagian besar masih dalam bentuk yang sangat global.
  • juan al-Qur`an diturunkan.
  • Sarana pendukung pekerjaan menafsirkan al-Qur`an itu meliputi beberapa ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an.
  • Upaya menafsirkan al-Qur`an bukan untuk mengatakan demikianlah yang pasti dikehendaki oleh Allah Swt. dalam firman-Nya. Namun, pencarian makna itu hanyalah menurut kadar kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya.

Macam Tafsir

Dalam hal ini makalah hanya mengulas secara singkat tentang macam tafsir ini, jenis tafsir dapat di bagi menjadi dua :

Pertama : Tafsir riwayat

Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma'tsur. Cara penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat al-Quran lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan nash dari as-Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-Quran. 

Contoh dari penafsiran ini iyalah:

QS Al-Maidah (5): 1:

يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بهيمة الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلي الصيد وأنتم حرم إن الله يحكم ما يريد

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

Penggalan ayat Illa Maa Yutlaa ‘alaikum dijelaskan oleh Allah dalam firman QS. Al-Maidah (5): 3):
حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير وما أهل لغير الله به…..

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) dan yang disembelih atas nama selain Allah… Demkian juga FirmanNya:

Kedua : Tafsir dirayah

Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra'yi. Tafsir dirayah adalah dengan cara ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat. Tafsir dirayah bukanlah menafsirkan al-Quran berdasarkan kata hati atau kehendak semata, karena hal itu dilarang berdasarkan sabda Nabi:

"Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja niscaya ia harus bersedia menempatkan dirinya di neraka. Dan siapa saja yang menafsirkn al-Quran dengan ra'yunya maka hedaknya ia bersedia menempatkan diri di neraka." (HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas)
"Siapa yang menafsirkan al-Quran dengan ra'yunya kebetulan tepat, niscaya ia telah melakukan kesalahan" (HR. Abi Dawud dari Jundab).
Ra'yu yang dimaksudkan oleh dua hadits di atas adalah hawa nafsu. Hadits-hadits di atas melarang seseorang menafsirkan al-Quran tanpa ilmu atau sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat seperti nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, dan lain sebagainya. Dengan demikian, tafsir dirayah ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara', jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Quran.
Contoh penafsiran dengan ra’yu!!

وَمَنْ كَانَ فِيْ هَدِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الاَخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيْلاً

Artinya; "barangsipa yang buta (hati) di (dunia) ini, niscayaiaakanbuta pula di akhirat dan lebih sesat jalannya". (QS. Al-Isra': 72) Orang tidak paham akan berpendapat bahwa setiap orang yang buta akan mengalami nasib celaka, rugi, dan masuk neraka. Padahal yang dimaksudkan buta disini bukanlah buta mata, melainkan buta hati berdasarkan firman Allah 'Azzawajalla yang berbunyi:


فَإِنَّهَا لاَ تَعْمَى اْلاَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى اْلُقُلُوْبُ الَّتِيْ فِي الصُّدُوْرِ

Artinya :sesungguhnya mereka bukanlah buta mata, tetapi buta hati yang dalam dada ". (QS al-Haj:46).

2. Pengertian Ilmu Tafsir

Berbeda dengan tafsir, ilmu tafsir ialah Ilmu tafsir berasal dari kata ilmu dan tafsir. Ilmu menurut Raghib al-ashfihani adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan Tafsir menurut bahasa berarti menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan atau menerangkan mkana yang abstrak. Jadi ilmu tafsir adalah ilmu untuk menjelaskan atau menerangkan makna yang abstrak (tersembunyi).
dalam rangka memperjelas definisi di atas pemakalah memaparkan definisi yang di paparkan oleh Syaikh khalid abd al-rahman al-‘akk yang kira-kira tejemahnya:
ilmu tafsir menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui-memahami maksud al-Qur’an, menjelaskan maknanya, megeluarkan hukum dan hikmahnya, yang disandarkan kepada ilmu bahasa dan sastra, usul fiqh, ilmu qiraa’at, asbab nuzul, dan nasakh-mansukh. Sementara Ulama mendefinisikannya dengan lebih ringkas atau lebih panjang tetapi tetap mencakup point-point tersebut. 
2.1. Perbedaan Ilmu Tafsir dengan Ulum al-Qur’an
Seperti halnya ilmu tafsir, Ulum al-Qur'an juga terdiri dari dua kata ; "ulum" dan "al-Qur'an". Definisi ilmu sama dengan yang telah penyusun sampaikan di awal pembahasan ilmu tafsir, hanya saja "ulum" disini merupakan bentuk jama' dari ilmu sehingga berarti beberapa ilmu.
Sedangkan Al-Qur’an menurut bahasa artinya bacaan atau yang di baca. Adapun menurut istilah syara adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat jibril dengan bahasa arab dan dipandang ibadah bagi orang yang membacanya.
Definisi Ulum al-Quran terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan idhafi dan maknawi. Definisi Ulum al-Qur’an secara idhafi adalah disandarkannya lafadh “Ulum” kepada lafadh “Al-Qur’an” yang berarti semua Ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an karena lafadh “Ulum” adalah jama’ yang berarti banyak, sehingga mencakup semua ilmu yang membahas al-Qur’an dari berbagai macam segi. Antara lain, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasm ustmany, ilmu gharib lafadh, majaz qur’an, dll.. Sedangkan definisi Ulum al-Qur’an secara maknawi adalah segala sesuatu yang di bahas di dalamnya berkaitan dengan al-Quran, seperti menurut Qadhi Abu Bakr dalam kitabnya “Qanun al-ta’wil”, sesungguhnya Ulum al-Qur’an itu itu ada 77.450.000 cabang ilmu sesuai dengan jumlah ayat al-Qur'an.
Secara lebih lengkap drs. Ahsin Wijaya menjelaskan Ulum Al-Qur'an adalah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Qur'an dari segi asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya al-Qur'an), pengumpulan dan penertiban al-Qur'an, pengetahuan tentang surat-surat makkiyyah dan madaniyyah, an-nasikh wa al-mansukh, al-muhkam wa al-mutasyabih, dan sebagainya. Ilmu ini juga dinamkan denagn usl at-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang di bahas, berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan al-Qur'an.
Dari beberapa uraian diatas menjadi jelas bahwa ilmu tafsir adalah bagian daripada Ulum al-Qur'an, ilmu tafsir secara khusus menjelaskan makna-makna dari ayat al-qur'an sedangkan Ulum al-Qur'an mencakup berbagai hal pembahasan mengenai al-Qur'an. Jadi ilmu tafsir itu lebih khusus sementara Ulum al-Qur'an lebih umum. Seperti yang dituturkan Syaikh khalid abd al-rahman al-‘akk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar